Agama dan Budaya


Sebuah Puisi tercipta karena ada maksud yang ingin diungkap oleh penulisnya, penulis dan pembaca puisi bebas menerjemahkan makna setiap bait dari puisi tersebut. Puisi adalah bagian dari sebuah karya sastra, sastra mencangkup segala aspek kehidupan manusia. 

Sastra itu indah, jangan rusak keindahan sastra dengan memasukkan hal negative didalamnya. Dari pembacaan puisi oleh ibu Sukmawati Soekarno Putri yang berjudul  “Ibu Indonesia”  ada beberapa bait puisi yang memiliki makna mengacu kepada penistaan agama.

“aku tak tahu syariat islam
Yang kutahu sari kondeIbu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu.
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus wujudmu”
“aku tak tahu syariat islam
Yang  kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan adzanmu”

Begitulah beberapa bait puisi yang menjadikontra saat ini. Puisi yang secara keseluruhan dimaknai sebagai bentuk ungkapan kagum terhadap kecantikan para wanita Indonesia. Namun, puisi ini menjadi puisi yang mengungkapkan sebuah kebencian terhadap  umat islam di Indonesia. Dalam puisi ini diungkapkan bahwa  “sari konde Ibu Indonesia sangatlah indah, lebih cantik dari cadar dirimu” bait ini jelas telah menyinggung muslimah Indonesia.  Mereka yang bercadar jelas tidak terlihat kecantikannya,  mereka bukan ingin tidak melestarikan budaya tanah air tapi mereka hanya ingin menjalankan sunah. Cadar memang bukan budaya  dari Indonesia  melainkan budaya dari negeri  Arab, tapi cadar adalah bagian dari Sunah  yang dianjurkan oleh Rasulullah S.A.W. Walaupun tak berkonde muslimah Indonesia ikut serta dalam melestarikan budaya tanah air. Mereka kenakan kain  batik khas Indonesia, mereka kenakan pakaian adat dengan tenunan khas dari setiap daerahnya. Mereka juga masih bisa mengenakan sunting yang juga menjadi lambing kecantikan setiap wanita Indonesia. Begitulah para muslimah Indonesia menyesuaikan adat dan syariat agama.

Dalam bait yang lain disebutkan “Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia,  sangatlah elok Lebih merdu dari alunan adzanmu”. Umat Islam mana yang tidak geram setelah mendengar ujaran bait puisi ini, sudah jelas sekali ini sangat menghina bahwasannya sebuah seruan untuk beribadah ia samakan dengan sebuah lantunan nyanyian,  bahkan lebih merdu lagi darinya. Dalam islam nyanyian itu diharamkan bagi kaum wanita yang melantunkan, karena dalam islam suara wanita termasuk aurat dari wanita tersebut.  Persoalan adzan  yang dilantunkan bukan berdasarkan merdu atau tidaknya tapi lihat dari setiap makna yang terkandung didalamnya.

“Adat  bersendi Syara’,  Syara’  bersendi kitabullah”  “Syara’ mengato, adat memakai” begitulah falsafah melayu Jambi mengatakan yang artinya antara adat dan agama harus saling berkaitan. Memang tidak semua rakyat  Indonesia sepenuhnya Islam, tapi yakinlah bahwa setiap adat istiadat sudah diatur sedemikian rupa menyesuaikan agama pada suatu daerah tersebut. Ibu Sukmawati yang mengatakan dirinya adalah seorang budayawati mengungkapkan tentang puisi yang ia bacakan berdasarkan pengamatannya terhadap beberapa daerah yang tidak mengerti syariat  Islam seperti di Indonesia Timur, Bali dan beberapa daerah  lain. Hal ini sah – sah saja jika ia hanya menyampaikannya hanya untuk warga  yang bermukim di daerah tersebut. Namun, ibu Sukmawati lupa bahwa seorang budayawati tidak hanya memandang dari sebelah pihak. Ia hanya melihat dari mereka yang bukan beragama Islam.  Bagaimana dengan mereka yang berada diluar daerah tersebut? Bagaimana dengan mereka yang menganut agama Islam? Bukankah kita ini Bhineka Tunggal  Ika,  berbedasuku, agama, ras, dan bahasa tapi tetap satu jua ? Sedangkan puisi itu ibu lantunkan untuk seluruh rakyat  Indonesia ?!

Sebagai budayawan/budayawati seharusnya bisa memperasatukan  yang berbeda bukan malah membuatnya makin terpisah. Apa jadinya Indonesia ini jika semua budayawan/I, sastrawan/I mementingkan sebelah pihak, hancurlah sudah negeri ini.  Kita ini Indonesia kaya akan budaya karena itu harus sekuat tenaga kita jaga.  Tidak kah kita lihat diluaran sana Negara lain sudah menyusun berbagai rencana untuk memajukan Negara mereka, sedangkan kita masih meributkan soal agama dan budaya. Dimanakah Indonesia yang katanya Bhineka Tunggal Ika? 

Masih ingatakah perjuangan para pahlawan yang  gugur di medan perang hanya demi mempertahankan Negara kita ini yang katanya kaya akan budaya tapi sesungguhnya miskin akan toleran.  Dan teruntuk ibu Sukmawati Soekarno Putri ingatkah perjuangan ayahandamu dulu mempertahankan  Negara ini? Dan sekarang dengan mudah ingin meluluhkan semua jerih payah itu. Sungguh ibu sukmawati, ibu hanya bersembunyi dibalik nama besar ayahmu,  yang dahulu susah payah mengusir penjajah dari negeri ini dan sekarang ibu sendiri yang jadi seorang penjajah di negeri ini.

Teruntuk seluruh budayawan/I, dan sastrawan/I  Indonesia mari terus berkarya.  Ciptakan karya – karya hebat untuk membangun tanah air tercinta, karya – karya hebat untuk mempererat tali persaudaraan. Mungkin tidak dengan tenaga,  hanya dengan goresan pena ataupun goresan tinta yang tak seberapa kita dapat membantu menaikkan harkat martabat Negeri ini.

Komentar

Postingan Populer